Product ...
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing public photos from sartono_icmi. Make your own badge here.

Massage


Free chat widget @ ShoutMix

Other things ...

<$BlogDateHeaderDate$>
Peletak Dasar Penciptaan Kamera
Sumber Republika Selasa, 13 Mei 2008

Diakui atau tidak kamera merupakan salah satu penemuan dan karya manusia yang terbilang sangat fenomenal. Melalui kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi kamera kini dikuasai Jepang dan negara Barat.

Namun tahukah Anda bahwa prinsip-prinsip dasar kerja seluruh kamera telah diletakkan seribu tahun lalu oleh seorang sarjana Muslim? Peletak prinsip kerja kamera itu tak lain dan tak bukan adalah Ibnu Haitham. Dia adalah fisikawan Muslim terkemuka di era kekhalifahan. Beragam bidang ilmu seperti matematika, astronomi, kedokteran. dan kimia dikuasainya. Namun, dia paling jago dalam bidang optik dan fisika. Dialah pendiri fisika modern.

Salah satu karya Al-Haitham yang paling menumental adalah ketika bersama muridnya, Kamaluddin berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika Al-Haitham mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ruang gelap. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

Istilah kamera obscura yang ditemukan Al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 M - 1630 M). Terinspirasi kamera obscura dari Al-Haitam, pada tahun 1827 Joseph Nicephore Niepce di Prancis mulai menciptakan kamera permanen. Sekitar 60 tahun kemudian George Eastman lalu mengembangkan kamera yang lebih cangghi pada zamannya. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi. hri
( )


Read more!-Read more
<$BlogDateHeaderDate$>
AL-ZAHRAWI Bapak Ilmu Bedah Modern
Sumber Republika Rabu, 14 Mei 2008

Di era keemasannya, peradaban Islam memiliki seorang dokter bedah yang paling top. Kontri - businya sungguh sangat besar bagi pengembangan ilmu bedah. Selain melahirkan prosedur dan metode ilmu bedah modern, dia juga menciptakan beragam alat dan teknologi yang digunakan untuk bedah. Tak heran bila dunia pun mendapuknya sebagai ‘Bapak Ilmu Bedah Modern’.

Peletak dasar-dasar ilmu bedah modern itu bernama Al-Zahrawi (936 M -1013 M). Orang Barat mengenalnya sebagai Abulcasis. Al-Zahrawi adalah seorang dokter bedah yang amat fenomenal. Karya dan hasil pemikirannya banyak diadopsi para dokter di dunia Barat. ‘’Prinsipprinsip ilmu kedokteran yang diajarkan Al- Zahrawi menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa,’‘ ujar Dr Campbell dalam History of Arab Medicine.

Ahli bedah yang termasyhur hingga ke abad 21 itu bernama lengkap Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi. Ia terlahir pada tahun 936 M di kota Al-Zahra, sebuah kota berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol. Al-Zahrawi merupakan keturunan Arab Ansar yang menetap di Spanyol. Di kota Cordoba itulah dia menimba ilmu, mengajarkan ilmu kedokteran, mengobati masyarakat, serta mengembangkan ilmu bedah bahkan hingga tutup usia.

Kisah masa kecilnya tak banyak terungkap. Sebab, tanah kelahirannya Al- Zahra dijarah dan dihancurkan. Sosok dan kiprah Al-Zahrawi baru terungkap ke permukaan, setelah ilmuwan Andalusia Abu Muhammad bin Hazm (993 M - 1064 M) menempatkannya sebagai salah seorang dokter bedah terkemuka di Spanyol. Sejarah hidup alias biografinya baru muncul dalam Al-Humaydi’s Jadhwat al- Muqtabis yang baru rampung setelah enam dasawarsa kematiannya.

Al-Zahrawi mendedikasikan separuh abad masa hidupnya untuk praktik dan mengajarkan ilmu kedokteran. Sebagai seorang dokter termasyhur, Al-Zahrawi pun diangkat menjadi dokter Istana pada era Kekhalifahan Al-Hakam II di Andaluasia. Berbeda dengan ilmuwan Muslim kebanyakan, Al-Zahrawi tak terlalu banyak melakukan perjalanan. Ia lebih banyak mendedikasikan hidupnya untuk merawat korban kecelakaan serta korban perang.

Para dokter di zamannya mengakui bahwa Al-Zahrawi adalah seorang dokter yang jenius terutama di bidang bedah. Jasanya dalam mengembangkan ilmu kedokteran sungguh sangat besar. Al- Zahrawi meninggalkan sebuah ‘harta karun’ yang tak ternilai harganya bagi ilmu kedokteran yakni berupa Kitab Al-Tasrif li man ajaz an-il-taliI sebuah ensiklopedia kedokteran. Kitab yang dijadikan sekolah kedokteran di Eropa itu terdiri dari 30 volume.

Dalam kitab yang diwariskannya bagi peradaban dunia itu, Al-Zahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga mengupas tentang kosmetika. Al-Zahrawi pun ternyata begitu berjasa dalam bidang kosmetika. Sederet produk kosmetika seperti deodoran, hand lotion, pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan hasil karya Al-Zahrawi.

Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran, bila kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran dari Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durant, pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak kurang 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima.

Sebagai seorang guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi begitu mencintai murid-muridnya. Dalam Al-Tasrif, dia mengungkapkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan siswanya. Al-Zahrawi pun mengingatkan kepada para muridnya tentang pentingnya membangun hubungan yang baik dengan pasien. Menurut Al-Zahrawi, seorang dokter yang baik haruslah melayani pasiennya sebaik mungkin tanpa membedakan status sosialnya.

Dalam menjalankan praktik kedokterannya, Al-Zahrawi menankan pentingnya observasi tertutup dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan untuk tercapai - nya diagnosis yang akurat serta kemung - kin an pelayanan yang terbaik. Al-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang pada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi.

Menurut Al-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang. Pada masa itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah kepada dokter atau dukun yang mengaku-ngaku memiliki keahlian operasi bedah. Hanya dokter yang memiliki keahlian dan bersertifikat saja yang boleh melakukan operasi bedah. Mungkin karena itulah di era modern ini muncul istilah dokter spesialis bedah (surgeon).

Kehebatan dan profesionalitas Al- Zahrawi sebagai seorang ahli bedah diakui para dokter di Eropa. ‘’Tak diragukan lagi, Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli bedah,’‘ ucap Pietro Argallata. Kitab Al- Tasrif yang ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard of Cremona pada abad ke-12 M. Kitab itu juga dilengkapi dengan ilustrasi. Kitab itu menjadi rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran dan para dokter sera ahli bedah Eropa selama lima abad lamanya pada periode abad pertengahan.

Sosok dan pemikiran Al-Zahrawi begitu dikagumi para dokter serta mahasiswa kedokteran di Eropa. Pada abad ke-14 M, seorang ahli bedah Prancis bernama Guy de Chauliac mengutip Al-Tasrif hampir lebih dari 200 kali. Kitab Al-Tasrif terus menjadi pegangan para dokter di Eropa hingga terciptanya era Renaissance. Hingga abad ke- 16 M, ahli bedah berkebangsaan Prancis , Jaques Delechamps (1513 M - 1588 M) masih menjadikan Al-Tasrif sebagai rujukan.

Al-Zahrawi tutup usia di kota Cordoba pada tahun 1013 M - dua tahun setelah tanah kelahirannya dijarah dan dihancurkan. Meski Corboba kini bukan lagi menjadi kota bagi umat Islam, namun namanya masih diabadikan menjadi nama jalan kehormatan yakni ‘Calle Albucasis’. Di jalan itu terdapat rumah nomor 6 yakni rumah tempat Al-Zahrawi tinggal. Kini rumah itu menjadi cagar budaya yang dilindungi Badan Kepariwisataan Spanyol.heri ruslan
( )



Read more!-Read more
Arsitektur Menakjubkan dari Dinasti Seljuk
Sumber Republika Kamis, 15 Mei 2008
* Caravanserai Seljuk (Khan)
Penguasa Dinasti Seljuk begitu banyak membangun caravanserai atau tempat singgah bagi para pendatang atau pelancong. caravanserai dibangun untuk menopang aktivitas perdagangan dan bisnis. Para pelancong dan pedagang dari berbagai negeri akan dijamu di caravanserai selama tiga hari secara cuma-cuma alias gratis.
Di caravanserai itulah, para pendatang akan dijamu dengan makanan serta hiburan. Secara fisik, bangunan caravanserai terdiri dari halaman, gedungnya dipercantik dengan lengkungan iwan. Dalam caravanserai terdapat kamar menginap, depo, kamar pengawal serta tersedia juga kandang untuk alat transportasi seperti kuda.

Caravanserai dikelola oleh sebuah lembaga donor. Organisasi itu pertama kali didirikan di Rabat-i-Malik. Caravanserai di wilayah Iran itu menjadi cikal bakal berdirinya tempat singgah khas Dinasti Seljuk. Caravanserai pertama itu dibangun pada tahun 1078 M oleh Sultan Nasr di antara rute Bukhara-Samarkand. Struktur bangunan caravanserai Seljuk meniru istana padang Dinasti Abbasiyah. Bentuknya segi empat dan ditopang dengan dinding yang kuat.

* Madrasah Seljuk
Menurut Van Berchem, para arsitektur di era Dinasti Seljuk mulai mengembangkan bentuk, fungsi dan karakter masjid. Bangunan masjid diperluas menjadi madrasah. Bangunan madrasah pertama muncul di Khurasan pada awal abad ke-10 M sebagai sebuah adaptasi dari rumah para guru untuk menerima murid.

Pada pertengahan abad ke-11 M, bangunan madrasah diadopsi oleh penguasa Seljuk Emir Nizam Al-Mulk menjadi bangunan publik. Sang emir terispirasi oleh penguasa Ghasnavid dari Persia. Di Persia, madrasah dijadikan tempat pembelajaran teknologi. Madrasah tertua yang dibangun Nizam Al-Mulk terdapat di Baghdad pada tahun 1067 M.

Fakta menunjukkan, madrasah yang dibangun antara tahun 1080 M hingga 1092 M di Kharghird, Khurasan sudah menggunakan empat iwan. Secara fisik, bangunan madrasah Seljuk terdiri dari halaman gedung yang dikelilingi tembok dan dilengkapi empat iwan. Selain itu juga ada asrama dan ruang belajar.

Salah satu madrasah terbaik yang bisa dijadikan contoh berada di Anatolia. Bangunan madrasah itu menerapkan karakter khas Iran termasuk penggunaan iwan dan menara ganda yang membingkai pintu gerbang.

* Menara Seljuk
Bentuk menara masjid-masjid di Iran yang dibanguan Dinasti Seljuk secara subtansial berbeda dengan menara di Afrika Utara. Bentuk menara masjid Seljuk mengadopsi menara silinder seagai ganti menara berbentuk segi empat.

* Makam Seljuk
Pada era kejayaan Dinasti Seljuk pembangunan makam mulai dikembangkan. Model bangunan makam Seljuk merupakan pengembangan dari tugu yang dibangun untuk menghormati penguasa Umayyah pada abad ke-8 M. Namun, bangunan makam yang dikembangkan para arsitek Seljuk mengambil dimensi baru.

Bangunan makam yang megah dibangun pada era Seljuk tak haya ditujukan untuk menghormati para penguasa yang sudah meninggal. Namun, para ulama dan sarjana atau ilmuwan terkemuka pun mendapatkan tempat yang sama. Tak heran, bila makam penguasa dan ilmwuwan terkemuka di era Seljuk hingga kini masih berdiri kokoh.

Bangunan makam Seljuk menampilkan beragam bentuk termasuk oktagonal (persegi delapan), berbentuk silinder dan bentuk-bentuk segi empat ditutupi dengan kubah (terutama di Iran). Selan itu ada pula yang atapnya berbentuk kerucut (terutama di Anatolia). Bangunan makam biasanya dibangun di sekitar tempat tinggal tokoh atau bisa pula letaknya dekat masjid atau madrasah.

* Masjid Seljuk
Inovasi para arsitektur Dinasti Seljuk yang lainnya tampak pada bangunan masjidnya. Masjid Seljuk sering disebut Masjid Kiosque. Bangunan masjid ini biasanya lebih kecil yang terdiri dari sebuah kubah, berdiri melengkung dengan tiga sisi yang terbuka. Itulah ciri khas masjid Kiosk.

Model masjid khas Seljuk ini seringkali dihubungkan dengan kompleks bangunan yang luas seperti caravanserai dan madrasah. hri
( )



Read more!-Read more
Arsitektur Dinasti Seljuk
Sumber Republika Kamis, 15 Mei 2008 13:45:00

Dinasti Seljuk. Inilah kekaisaran Islam pertama Turki yang memerintah dunia Islam. Kekuasaan yang digenggamnya begitu luas meliputi Asia Tengah dan Timur Tengah -- terbentang dari Anatolia hingga ke Punjab di belahan selatan Asia. Kekaisaran Seljuk Agung yang mulai menancapkan kekuasaan pada abad ke-11 M hingga 14 M itu didirikan suku Oghuz Turki yang memeluk Islam mulai abad ke-10 M.

Sejatinya, Kekaisaran Seljuk dirintis oleh Seljuk Beg. Namun, Kerajaan Seljuk yang berdiri pada 1037 M itu baru terwujud pada era kepemimpinan Tugrul Beg yang berkuasa hingga 1063 M. Sejarah mencatat Dinasti Seljuk sebagai kerajaan yang mampu menghidupkan kembali kekhalifahan Islam yang ketika itu nyaris tenggelam.

Dalam waktu yang singkat, wilayah kekuasaan Kerajaan Seljuk pun kian bertambah luas. Dinasti Seljuk mencapai puncak kejayaannya ketika menguasai negeri-negeri di kawasan Timur-Tengah seperti Irak, Persia, Suriah serta Kirman. Sebagai negara yang sangat kuat, Dinasti Seljuk amat disegani.

Pada tahun 1055 M, Kerajaan Seljuk sudah mampu menembus kekuasaan Dinasti Abbasiyah, Dinasti Fatimiah. Dua dasawarsa berikutnya, ketangguhan militer Seljuk mampu memukul mundur Bizantium yang bercokol di Palestina -- kota suci ketiga bagi umat Islam -- dalam pertemuran Minzikert 1071 M.

Pemerintahan Dinasti Seljuk yang berpusat di Anatolia itu amat toleran. Kehadirannya seakan menjadi penerang bagi rakyatnya. Meski berasal dari salah satu suku di Turki, para penguasa Seljuk sangat menghargai perbedaan ras, agama, dan jender. Tak heran, bila bangunan tempat ibadah umat Nasrani dan Yahudi berdiri berdampingan dengan masjid.

Di bawah bendera Seljuk, umat Islam dapat hidup dalam kedamaian, keadilan serta kemakmuran. Pada era dinasti ini aktivitas keagamaan berkembang dengan pesat. Hal itu ditandai munculnya kegiatan sufisme.

Tak cuma itu, ilmu pengetahuan pun turut berkembang. Sederet ilmuwan dan ulama muncul dari Dinasti Seljuk seperti, Al-Ghazali (1038 M - 1111 M) serta Umar Al-Khayam -- seorang penyair terkemuka.

Kekaisaran Seljuk juga sangat mendukung dan mendorong perkembangan kebudayaan, salah satunya seni bina bangun atau arsitektur. Tak heran, bila pada era kekuasaan Dinasti Seljuk banyak berdiri karya-karya arsitektur yang mengagumkan. Dinasti ini mampu menghidupkan kembali pencapaian Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah dalam bidang bina bangunan.

variasi dan kualitas ornamen-ornemen serta bentuk dan teknik arstitektur peninggalan Dinasti Seljuk mampu menjadi inspirasi bagi para arsitek Muslim dan para ahli batu di seluruh dunia. Keunggulan dan kehebatan arsitektur warisan Dinasti Seljuk dapat disaksikan dari bangunan-bangunan peninggalan bersejarah di Iran, Anatolia serta wilayah Asia Minor Muslim.

Para arsitek dunia mencatat ada dua karya seni arsitektur yang paling unik warisan Dinasti Seljuk, yakni caravanserai (tempat singgah bagi para pendatang) serta madrasah. Caravanserai banyak berdiri di wilayah kekuasaan Seljuk lantaran dinasti itu amat mendorong perdagangan dan bisnis. Sedangkan gedung madrasah yang menyebar di daerah kekuasaan Kerajaan Seljuk mencerminkan geliat aktivitas pembelajaran.

Kontribusi Dinasti Seljuk dalam bidang arsitektur begitu besar. Sejarah mencatat beberapa kontribusi Dinasti Seljuk dalam bidang arsitektur antara lain; pertama, memperkenalkan konsep baru empat iwan masjid. Kedua, mengembangkan dan memperbanyak madrasah untuk sarana pendidikan. Ketiga, memperkenalkan caravanserai. Keempat, mengembangkan dan mengelaborasi arsitektur makam.

Kelima, keberhasilan membangun kubah berbentuk kerucut. Keenam, mempromosikan penggunaan motif-motif muqarnas. Ketujuh, memperkenalkan elemen pertama seni baroque yang menyebar ke seluruh Eropa di abad ke-16 M. Kehebatan dan keunikan gaya ersitektur Seljuk telah diakui dunia, termasuk arsitektur modern. Para arsitek Barat pun banyak belajar dari arsitektur Seljuk. heri ruslan


Read more!-Read more
<$BlogDateHeaderDate$>
Penguasa Timurid di Khurasan
Sumber Republika Senin, 12 Mei 2008

Babur Ibnu Baysunkur (1449 M - 1457 M) Babur Ibnu Baysunkur atau yang lebih dikenal sebagai Abu’l-Qasim Babur (1422 M - 1457 M) merupakan penguasa pertama Dinasti Timurid di Khurasan. Dia memerintah selama delapan tahun. Babur merupakan cucu dari Syahrukh Mirza penguasa ketiga Dinasti Timurid di Samarkand.

Ia menguasai khurasan setelah wilayah itu sempat mengalami kekosongan kekuasaan. Dua daerah pertama yang didudukinya di wilayah Khurasan Raya adalah Mashad dan Herat pada 1449 M. Babur merupakan salah satu dari tiga penguasa paling penting di Dinasti Timurid setelah Ulugh Beg dan Sultan Muhammad.

Shah Mahmud
(1446 M - 1460 M)
Mahmud adalah putera Babur. Ia menggantikan posisi sang ayah sebagai penguasa Khurasan pada 1457 M. Mahmud merupakan cicit dari Timur Lenk, pendiri Dinasti Timurid. Uniknya, Mahmud menduduki tahta dalam usia 11 tahun. Beberapa pekan setelah naik tahta, Mahmud diusir sepupunya, Ibrahim dari Herat. Dia tak bisa bertahan lama memimpin di Khurasan.

Abu Said bin Muhammad
(1424 M - 1469 M)
Sama seperti halnya Mahmud, Abu Sa’id juga merupakan cicit Timur Lenk. Dia masih kemenakan Ulughbeg. Sebagai keturunan Timur ‘Sang Penakluk Dunia’, Abu Said juga memiliki semangat yang tinggi untuk menguasai wilayah seluas-luasnya. Di awal kekuasaannya, dia memperkuat barisan tentara untuk mengambil alih Samarkand dan Bukhara, namun gagal.

Abu Said lalu memperkuat basisnya di Yasi dan akhirnya mampu menguasai Turkistan pada 1450. Setahun kemudian, pasukan Abu Said berhasil menguasai Samarkand setelah mendapat bantuan dari Uzbek Turk di bawah pimpinan Abu’l-Khayr Shaybani Khan.

Yadigar Muhammad
Cucu Syahrukh ini menguasai wilayah Khurasan pada 1469 hingga 1470. Dia mengendalikan kekuasaan Dinasti Timurid dari Herat.

Husein Bayqara
(1438 - 1506)
Cicit pendiri Dinasti Timurid, Timur Lenk itu menguasai Khurasan selama 37 tahun. Di bawah kepemimpinannya, Khurasan mengalami perkembangan dan kemajuan yang terbilang amat berarti.

Badi’ Az-Zaman
Dia adalah penguasa terakhir Dinasti Timurid di Khurasan. Badi’ adalah anak dari penguasa Timurid sebelumnya, yakni Husein Bayqara. Sebelum berkuasa, dia sempat bentrok dengan sang ayah. Di masa kepemimpinannya, Dinasti Timurid dilanda konflik. Hingga akhirnya dia meninggal pada tahun 1517. Setelah itu, kekuasaan Timurid di Khurasan pun mulai lenyap. hri
( )

Read more!-Read more
Saksi Sejarah Kejayaan Khurasan
Sumber Republika Senin, 12 Mei 2008

Sebagai salah satu wilayah terpenting dalam sejarah peradaban Islam, Khurasan begitu kaya akan peninggalan bersejarah yang amat berharga. Warisan sejarah yang menjadi saksi pasang-surut Islam di setiap periode dinasti yang menguasai wilayah itu hadir dalam berbagai bentuk, baik itu bangunan keagamaan, tempat-tempat yang dikeramatkan serta beragam naskah.

Pemerintah Iran telah menetapkan tak kurang dari 1.179 tempat dan bangunan di Provinsi Khurasan sebagai cagar budaya yang dilindungi. Tempat yang paling bersejarah di Khurasan itu antara lain; tempat suci Imam Reza, Masjid Goharshad, serta kuburan-kuburan tokoh-tokoh Islam yang wafat di Tanah Matahari Terbit itu.

Di provinsi itu, tepatnya di Neyshabour, terdapat makam tiga tokoh besar yakni Farid Al-Din Attar, Umar Khayyam, serta Kamal-ol-molk. Tempat yang paling banyak dikunjungi di wilayah itu adalah Masjid Goharshad serta kompleks tempat suci Imam Reza yang berada di jantung, Mashhad. Di pusat Mashhad juga terdapat makam Nadir Shah Afshar.

Bukti sejarah penting lainnya yang terdapat di Khurasan adalah menara Akhangan yang berlokasi di utara Tus. Masih di kota Tus, juga terdapat kubah Haruniyah. Di tempat itu juga terdapat makam Imam Mohammad Ghazali. Bangunan bersejarah lainnya di Tus adalah bendeng (citadel) Tus.

Selain itu sejumlah naskah penting di era kekhalifahan yang masih tersimpan juga menjadi bukti betapa pentingnya Khurasan. Di antara naskah yang penting itu adalah puisi-puisi karya penyair terkemuka, seperti Jalaluddin Rumi. Naskah penting lainnya yang berasal dari Khurasan adalah Kitab Mizan al- Hikmah, karya Al-Khazini. hri
( )

Read more!-Read more
KHURASAN
Sumber Republika Senin, 12 Mei 2008

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda; ‘’(Pasukan yang membawa) bendera hitam akan muncul dari Khurasan. Tak ada kekuatan yang mampu menahan laju mereka dan mereka akhirnya akan mencapai Yerusalem, di tempat itulah mereka akan mengibarkan benderanya.’’ (HR:Turmidzi).

Khurasan merupakan wilayah yang terbilang amat penting dalam sejarah peradaban Islam. Jauh sebelum pasukan tentara Islam menguasai wilayah itu, Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya telah menyebut-nyebut nama Khurasan. Letak geografis Khurasan sangat strategis dan banyak diincar para penguasa dari zaman ke zaman.

Pada awalnya,Khurasan Raya merupakan wilayah sangat luas membentang meliputi; kota Nishapur dan Tus (Iran); Herat, Balkh, Kabul dan Ghazni (Afghanistan); Merv dan Sanjan (Turkmenistan), Samarkand dan Bukhara (Uzbekistan); Khujand dan Panjakent (Tajikistan); Balochistan (Pakistan, Afghanistan, Iran).

Kini, nama Khurasan tetap abadi menjadi sebuah nama provinsi di sebelah Timur Republik Islam Iran. Luas provinsi itu mencapai 314 ribu kilometer persegi. Khurasan Iran berbatasan dengan Republik Turkmenistan di sebelah Utara dan di sebelah Timur dengan Afganistan. Dalam bahasa Persia, Khurasan berarti ‘Tanah Matahari Terbit.’

Jejak peradaban manusia di Khurasan telah dimulai sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi (SM). Sejarah mencatat, sebelum Aleksander Agung pada 330SM menguasai wilayah itu, Khurasan berada dalam kekuasaan Imperium Achaemenid Persia. Semenjak itu, Khurasan menjelma menjadi primadona yang diperebutkan para penguasa.

Pada abad ke-1 M, wilayah timur Khurasan Raya ditaklukan Dinasti Khusan. Dinasti itu menyebarkan agama dan kebudayaan Budha. Tak heran, bila kemudian di kawasan Afghanistan banyak berdiri kuil. Jika wilayah timur dikuasai Dinasti Khusan, wilayah barat berada dalam genggaman Dinasti Sasanid yang menganut ajaran zoroaster yang menyembah api.

Khurasan memasuki babak baru ketika pasukan tentara Islam berhasil menaklukkan wilayah itu. Islam mulai menancapkan benderanya di Khurasan pada era Kekhalifahan Umar bin Khattab. Di bawah pimpinan komandan perang, Ahnaf bin Qais, pasukan tentara Islam mampu menerobos wilayah itu melalui Isfahan.

Dari Isfahan, pasukan Islam bergerak melalui dua rute yakni Rayy dan Nishapur. Untuk menguasai wilayah Khurasan, pasukan umat Islam disambut dengan perlawanan yang amat sengit dari Kaisar Persia bernama Yazdjurd. Satu demi satu tempat di Khurasan berhasil dikuasai pasukan tentara Islam. Kaisar Yazdjurd yang terdesak dari wilayah Khurasan akhirnya melarikan diri ke Oxus.

Setelah Khurasan berhasil dikuasai, Umar memerintahkan umat Muslim untuk melakukan konsolidasi di wilayah itu. Khalifah tak mengizinkan pasukan tentara Muslim untuk menyeberang ke Oxus. Umar lebih menyarankan tentara Islam melakukan ekspansi ke Transoxiana.

Sepeninggal Umar, pemberontakan terjadi di Khurasan. Wilayah itu menyatakan melepaskan diri dari otoritas Muslim. Kaisar Yazdjurd menjadikan Merv sebagai pusat kekuasaan. Namun, sebelum Yadzjurd berhadapan lagi dengan pasukan tentara Muslim yang akan merebut kembali Khurasan, dia dibunuh oleh pendukungnya yang tak loyal.

Khalifah Utsman bin Affan yang menggantikan Umar tak bisa menerima pemberontakan yang terjadi di Khurasan. Khalifah ketiga itu lalu memerintahkan Abdullah bin Amir Gubernur Jenderal Basra untuk kembali merebut Khurasan. Dengan jumlah pasukan yang besar, umat Islam mampu merebut kembali Khurasan.

Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, Khurasan merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Damaskus. Penduduk dan pemuka Khurasan turut serta membantu Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Umayyah. Salah satu pemimpin Khurasan yang turut mendukung gerakan anti- Umayyah itu adalah Abu Muslim Khorasani antara tahun 747 M hingga 750 M.

Setelah Dinasti Abbasiyah berkuasa, Abu Muslim justru ditangkap dan dihukum oleh Khalifah Al-Mansur. Sejak itu, gerakan kemerdekaan untuk lepas dari kekuasaan Arab mulai menggema di Khurasan. Pemimpin gerakan kemerdekaan Khurasan dari Dinasti Abbasiyah itu adalah Tahir Phosanji pada tahun 821.

Ketika kekuatan Abbasiyah mulai melemah, lalu berdirilah dinasti-dinasti kecil yang menguasai Khurasan. Dinasti yang pertama muncul di Khurasan adalah Dinasti Saffariyah (861 M - 1003 M). Setelah itu, Khurasan silih berganti jatuh dari satu dinasti ke dinasti Iran yang lainnya. Setelah kekuasaan Saffariyah melemah, Khurasan berada dalam genggaman Dinasti Iran lainnya, yakni Samanid.

Setelah itu, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan orang Turki di bawah Dinasti Ghaznavids pada akhir abad ke-10 M. Seabad kemudian, Khurasan menjadi wilayah kerajaan Seljuk. Pada abad ke-13 M, bangsa Mongol melakukan invasi dengan menghancurkan bangunan serta membunuhi penduduk di wilayah Khurasan.

Pada abad ke-14 M hingga 15 M, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Timurid yang didirikan Timur Lenk. Khurasan berkembang amat pesat pada saat dikuasai Dinasti Ghaznavids, Ghazni dan Timurid. Pada periode itu Khuran menggeliat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Tak heran, jika pada masa itu lahir dan muncul ilmuwan, sarjana serta penyair Persia terkemuka.

Sederet literatur Persia bernilai tinggi ditulis pada era itu. Nishapur, Herat, Ghazni dan Merv kota-kota penting di Khurasan menjadi pusat berkembangnya kebudayaan. Memasuki abad ke-16 M hingga 18, Khurasan berada dalam kekuasaan Dinasti Moghul. Di setiap periode, Khurasan selalu menjadi tempat yang penting.

Bangunan-bangunan bersejarah yang kini masih berdiri kokoh di Khurasan menjadi saksi kejayaan Khurasan di era kekhalifahan. Selain itu, naskahnaskah penting lainnya yang masih tersimpan dengan baik membuktikan bahwa Khurasan merupakan tempat yang penting bagi pengembangan ajaran Islam.

Baru-baru ini, Khurasan juga menjadi perbincangan. Kabarnya, dari daerah itulah Dajjal akan muncul. Bahkan, kabarnya Dajjal sudah muncul di Khurasan. Benarkah? Wallahualam. heri ruslan
( )

Read more!-Read more
Meneropong Dunia dengan Ilmu Optik
Sumber Republika Selasa, 13 Mei 2008

''Ilmu optik merupakan penemuan ilmiah para sarjana Muslim yang paling orisinil dan penting dalam sejarah Islam,'' ungkap Howard R Turner dalam bukunya Science in Medieval Islam. Pernyataan Turner itu membuktikan bahwa dunia modern yang didominasi Barat saat ini tak boleh menafikkan peran sarjana Muslim di era keemasan. Sebab, dari para ilmuwan Muslimlah, sarjana Barat seperti Leonardo da Vinci, Kepler, Roger Bacon, serta yang lainnya belajar ilmu optik.

Keberhasilan umat Islam menguasai bidang optik di masa kekhalifahan berawal dari kerja keras para filosof, matematikus, dan ahli kesehatan yang mempelajari sifat fundamental dan cara bekerja pandangan dan cahaya. Di abad ke-9 M, ilmuwan Muslim dengan tekun menggali dan mempelajari karya-karya ilmuwan Yunani seperti Euclid serta risalah-risalah astronom Mesir, Ptolemeus tentang optik.

Ilmuwan Muslim pertama yang mencurahkan pikirannya untuk mengkaji ilmu optik adalah Al-Kindi (801 M - 873 M). Hasil kerja kerasnya mampu menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual. Buah pikir Al-Kindi tentang optik terekam dalam kitab berjudul De Radiis Stellarum. Buku yang ditulisnya itu sangat berpengaruh bagi sarjana Barat seperti Robert Grosseteste dan Roger Bacon.

Tak heran, bila teori-teori yang dicetuskan Al-Kindi tentang ilmu optik telah menjadi hukum-hukum perspektif di era Renaisans Eropa. Secara lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.

Seabad kemudian, sarjana Muslim lainnya yang menggembangkan ilmu optik adalah Ibnu Sahl (940 M - 100 M). Sejatinya, Ibnu Sahl adalah seorang matematikus yang mendedikasikan dirinya di Istana Baghdad. Pada tahun 984 M, dia menulis risalah yang berjudul On Burning Mirrors and Lenses (pembakaran dan cermin dan lensa). Dalam risalah itu, Ibnu Sahl mempelajari cermin membengkok dan lensa membengkok serta titik api cahaya.

Ibnu Sahl pun menemukan hukum refraksi (pembiasan) yang secara matematis setara dengan hukum Snell. Dia menggunakan hukum tentang pembiasan cahaya untuk memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahanya berada di sebuah titik di poros.

Ilmuwan Muslim yang paling populer di bidang optik adalah Ibnu Al-Haitham (965 M - 1040 M). Menurut Turner, Al-Haitham adalah sarjana Muslim yang mengkaji ilmu optik dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. "Pencapaian dan keberhasilannya begitu spektakuler,'' puji Turner.

Al-Haitham adalah sarjana pertama menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Salah satu karyanya yang paling fenomenal adalah Kitab Al-Manazir (Buku Optik). Dalam kitab itu, ia menjelaskan beragam fenomena cahaya termasuk sistem penglihatan manusia. Saking fenomenalnya, kitab itu telah menjadi buku rujukan paling penting dalam ilmu optik. Selama lebih dari 500 tahun buku dijadikan pegangan.

Pada tahun 1572 M, Kitab Al-Manadzir diterjemahkan kedalam bahasa Latin Opticae Thesaurus. Dalam kitab itu, dia mengupas ide-idenya tentang cahaya. Sang ilmuwan Muslim itu meyakini bahwa sinar cahaya keluar dari garis lurus dari setiap titik di permukaan yang bercahaya.

Selain itu, Al-Haitham memecahkan misteri tentang lintasan cahaya melalui berbagai media melalui serangkaian percobaan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Keberhasilannya yang lain adalah ditemukannya teori pembiasan cahaya. Al-Haitham pun sukses melakukan eksperimen pertamanya tentang penyebaran cahaya terhadap berbagai warna.

Tak cuma itu, dalam kitab yang ditulisnya, Alhazen - begitu dunia Barat menyebutnya - juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi. Ia juga melakukan percobaan untuk menjelaskan penglihatan binokular dan memberikan penjelasan yang benar tentang peningkatan ukuran matahari dan bulan ketika mendekati horison.

Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika 'Bapak Optik' dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat.

Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.

Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata.

Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light dan On Twilight Phenomena Al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.

Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Pada abad ke-13 M, fisikawan Muslim lainnya yang banyak berkontribusi dalam bidang optik adalah Kamaluddin Al-Farisi. Dia mampu menjelaskan fenomena pelangi. Melalui penelitian yang dilakukannya, ia berhasil mengungkapkan bagaimana cahaya matahari direfraksi melalui hujan serta terbentuknya pelangi primer dan sekunder. Itulah peran sarjana Muslim di era kekhalifahan dalam bidang optik. heri ruslan
( )

Read more!-Read more
Al-Haitham, Bapak Optik
Sumber Republika Selasa, 13 Mei 2008

Dunia mendapuknya sebagai Bapak Optik. Gelar kehormatan itu dianugerahkan kepada Ibnu Al-Haitam atas kontribusinya dalam mengembangkan ilmu optik. Alhazen - begitu orang Barat menyebutnya - bernama lengkap Abu Ali Muhammad Ibnu Al-Hasan Ibnu Al-Haitham merupakan sarjana Muslim terkemuka yang terlahir di Basrah, Irak pada tahun 965 M.

Sejak kecil Al-Haitham yang berotak encer menempuh pendidikan di tanah kelahirannya. Ia merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah di Basrah. Namun, Al-Haitham ternyata tak betah berlama-lama berkarir di dunia birokrasi. Al-Haitham yang lebih tertarik untuk menimba ilmu akhirnya memutuskan untuk berhenti sebagai pegawai pemerintah.

Ia pun lalu memilih merantau ke Ahwaz dan metropolis intelektual dunia saat itu yakni kota Baghdad. Di kedua kota itu ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir. Di negeri piramida itu, Al-Haitham meneliti men aliran dan saluran Sungai Nil serta menerjemahkan buku-buku tentang matematika dan ilmu falak.

Al-Haitham pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar. Setelah itu, secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat. Secara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya.

Penelitiannya tentang cahaya memberikan ilham kepada ahli sains Barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler menciptakan mikroskop serta teleskop. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.

Sayangnya, hanya sedikit yang terisa. Bahkan karya monumentalnya, Kitab Al Manadhir, tidak diketahui lagi rimbanya. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin. Kekurangpedulian umat Islam terhadap karya-karya ilmuwan terdahulu, telah membuat Islam tertinggal. hri
( )

Read more!-Read more
Peletak Dasar Penciptaan Kamera
Sumber Republika Selasa, 13 Mei 2008 10:58:00

Diakui atau tidak kamera merupakan salah satu penemuan dan karya manusia yang terbilang sangat fenomenal. Melalui kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi kamera kini dikuasai Jepang dan negara Barat.

Namun tahukah Anda bahwa prinsip-prinsip dasar kerja seluruh kamera telah diletakkan seribu tahun lalu oleh seorang sarjana Muslim? Peletak prinsip kerja kamera itu tak lain dan tak bukan adalah Ibnu Haitham. Dia adalah fisikawan Muslim terkemuka di era kekhalifahan. Beragam bidang ilmu seperti matematika, astronomi, kedokteran. dan kimia dikuasainya. Namun, dia paling jago dalam bidang optik dan fisika. Dialah pendiri fisika modern.

Salah satu karya Al-Haitham yang paling menumental adalah ketika bersama muridnya, Kamaluddin berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika Al-Haitham mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ruang gelap. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

Istilah kamera obscura yang ditemukan Al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 M - 1630 M). Terinspirasi kamera obscura dari Al-Haitam, pada tahun 1827 Joseph Nicephore Niepce di Prancis mulai menciptakan kamera permanen. Sekitar 60 tahun kemudian George Eastman lalu mengembangkan kamera yang lebih cangghi pada zamannya. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi. hri
( )

Read more!-Read more
<$BlogDateHeaderDate$>
Adikarya Sang Ilmuwan Besar
Sumber Republika Senin, 28 April 2008

Dedikasi dan prestasi yang dicapai Jabir Ibnu Hayyan dalam bidang kimia terekam dengan baik lewat buku-buku yang ditulisnya. Tak kurang dari 200 buku berhasil ditulisnya. Sebanyak 80 judul buku di antaranya mengupas hasil-hasil eksperimen kimia yang dilakukannya. Buku-buku itu sungguh amat berpengaruh hingga sekarang.

Sebanyak 112 buku karya Jabir secara khusus ditulis untuk dipersembahkan kepada Barmakid sang guru yang juga pembantu atau wazir Khalifah Harun Ar- Rasyid. Buku-buku itu ditulis dalam bahasa Arab. Pada abad pertengahan, orang-orang Barat mulai menerjemahkan karya-karya Jabir itu ke dalam bahasa Latin (Tabula Smaragdina).Buku-buku itu lalu menjadi rujukan pada ahli kimia di Eropa.

Selain itu, sebanyak 70 buku karya Jabir lainnya juga dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin pada abad pertengahan. Dari ke-70 kitab berpengaruh itu, salah satu yang terkenal adalah Kitab Al-Zuhra yang diterjemakan menjadi Book of Venus, serta Kitab Al-Ahjar yang dialihbahasakan menjadi Book of Stones.

Sebanyak 10 buku yang ditulis Jabir lainnya adalah kitab pembetulan yang berisi penjelasan mengenai ahli kimia Yunani seperti Pythagoras, Socrates, Plato dan Aristoteles. Sisanya, kitab yang ditulis Jabir merupakan buku-buku keseimbangan. Dalam buku kelompok ini, Jabir melahirkan teori yang begitu terkenal, yakni ‘teori keseimbangan alam.’

Risalat-risalat karya Jabir yang secara khusus membedah ilmu kimia antara lain’ Kitab Al-Kimya dan Kitab Al-Sab’een. Kitab penting itu juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di abad pertengahan. Kitab Al-Kimya menjadi sangat populer di Barat setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Ingris oleh orang Inggris Robert of Chester pada 1144 M.

Al-Kimya versi alih bahasa berjudul ‘The Book of Composition of Alchemy’. Sedangkan, Kitab Al-Sab’een diterjemahkan oleh Gerard of Cremona. Beberapa karya Jabir lainnya juga dialihbahasakan oleh Berthelot ke dalam bahasa Inggris antara lain; ‘Book of Kingdom’, ‘Book of the Balances’, serta ‘Book of Eastern Mercur.’

Buku karya Jabir lainnya juga mendapat perhatian dari ilmuwan Inggris bernama Richard Russel. Pada abad ke-17 M, Russel menerjemahkan buku yang ditulis Jabir ke dalam bahasa Ingris berjudul ‘Sum of Perfection’.

Dalam buku itu, Russel memperkenalkan Jabir dengan nama Geber seorang pange ran Arab terkenal yang juga seorang filsuf. ‘Sum of Perfection’ selama beberapa abad begitu populer dan berpengaruh. Buku itu telah mendorong terjadinya evolusi kimia modern. Begitu berpengaruhnya buku-buku karya Jabir di Eropa dan Barat umumnya telah dibuktikan dengan munculnya beberapa istilah teknis yang ditemukan dalam kamus kimia Barat dan menjadi kosa kata ilmia yang sebelumnya digunakan Jabir seperti istilah ‘alkali.’ hri
()


Read more!-Read more
Jabir Ibnu Hayyan Peletak Dasar Kimia Modern
Sumber Republika Senin, 28 April 2008

Tak salah bila dunia mendapuknya sebagai bapak ki mia modern. Ahli kimia Mus lim terkemuka di era kekhalifahan yang dikenal di dunia Barat dengan pang gilan Geber itu memang sangat fenomenal. Betapa tidak, 10 abad se be lum ahli kimia Barat bernama John Dal ton (1766-1844) mencetuskan teori mo lekul kimia, Jabir Ibnu Hayyan (721M - 815 M) telah menemukannya di abad ke-8 M.

Hebatnya lagi, penemuan dan eksperimennya yang telah berumur 13 abad itu ternyata hingga kini masih tetap dijadikan rujukan. Dedikasinya dalam pengembangan ilmu kimia sungguh tak ternilai harganya. Tak heran, jika ilmuwan yang juga ahli farmasi itu dinobatkan sebagai renaissance man
(manusia yang mencerahkan).

Tanpa kontribusinya, boleh jadi ilmu kimia tak berkembang pesat seperti saat ini. Ilmu pengetahuan modern sungguh telah berutang budi kepada Jabir yang dikenal sebagai seorang sufi itu. Jabir telah menorehkan sederet karyanya dalam 200 kitab. Sebanyak 80 kitab yang ditulisnya itu mengkaji dan mengupas seluk-beluk ilmu kimia. Sebuah pencapaian yang terbilang amat prestisius.

Itulah sebabnya, ahli sejarah Barat, Philip K Hitti dalam History of the Arabs berujar, ‘’Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab juga memberikan sumbangan yang begitu besar di bidang kimia.’‘ Penyataan Hitti itu merupakan sebuah pengakuan Barat terhadap pencapaian yang telah ditorehkan umat Islam di era keemasan.

Sejatinya, ilmuwan kebanggaan umat Islam itu bernama lengkap Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan. Asal-usul kesukuan Jabir memang tak terungkap secara jelas. Satu versi menyebutkan, Jabir adalah seorang Arab. Namun, versi lain menyebutkan ahli kimia kesohor itu adalah orang Persia. Kebanyakan literatur menulis bahwa Jabir terlahir di Tus, Khurasan, Iran pada 721 M.

Saat terlahir, wilayah Iran berada dalam kekuasaan Dinasti Umayyah. Sang ayah bernama Hayyan Al-Azdi, seorang ahli farmasi berasal dari suku Arab Azd. Pada era kekuasaan Daulah Umayyah, sang ayah hijrah dari Yaman ke Kufah, salah satu kota pusat gerakan Syiah di Irak. Sang ayah merupakan pendukung Abbasiyah yang turut serta menggulingkan Dinasti Umayyah.

Ketika melakukan pemberontakan, Hayyan tertangkap di Khurasan dan dihukum mati. Sepeninggal sang ayah, Jabir dan keluarganya kembali ke Yaman. Jabir kecil pun mulai mempelajari Alquran, matematika, serta ilmu lainnya dari seorang ilmuwan bernama Harbi Al-Himyari.

Setelah Abbasiyah menggulingkan kekuasaan Umayyah, Jabir memutuskan untuk kembali ke Kufah. Di kota Syiah itulah, Jabir belajar dan merintis karier. Ketertarikannya pada bidang kimia, boleh jadi lantaran profesi sang ayah sebagai peracik obat. Jabir pun memutuskan untuk terjun di bidang kimia.

Jabir yang tumbuh besar di pusat peradaban Islam klasik itu menimba ilmu dari seorang imam termasyhur bernama Imam Ja’far Shadiq. Selain itu, ia juga sempat belajar dari Pangeran Khalin Ibnu Yazid. Jabir memulai kariernya di bidang kedokteran setelah berguru pada Barmaki Vizier pada masa kekhalifahan Abbasiyah berada dibawah kepemimpinan Harun Ar-Rasyid.

Sejak saat itulah, Jabir bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian eksperimen. Dalam karirnya, ia pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah di Damaskus. Salah satu ciri khasnya, ia mendasari eksperimen-eksperimen yang dilakukannya secara kuantitatif. Selain itu, instrumen yang digunakan dibuat sendiri, menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. ‘’Saya pertama kali mengetahuinya dengan melalui tangan dan otak saya, dan saya menelitinya hingga sebenar
mungkin, dan saya mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam.’‘ Kalimat itu kerap dituliskan Jabir saat mengakhiri uraian suatu eksperimen yang telah dilakukannya.

Setelah sempat berkarier di Damas - kus, Jabir pun dikabarkan kembali ke Kufah. Dua abad pasca-berpulangnya Jabir, dalam sebuah penggalian jalan telah ditemukan bekas laboratorium tempat sang ilmuwan berkarya. Dari tempat itu ditemukan peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona serta sebatang emas yang cukup berat.

Begitu banyak sumbangan yang telah dihasilkan Jabir bagi pengembangan kimia. Berkat jasa Jabir-lah, ilmu pengetahuan modern bisa mengenal asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi, dan tehnik kristalisasi. Jabir pulalah yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.

Keberhasilan penting lainnya yang dicapai Jabir adalah kemampuannya mengapli kasi kan pengetahuan me ngenai kimia ke dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Ter nyata, Jabir jugalah yang kali pertama mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.

Adalah Jabir pula yang pertama kali mencatat tentang pemanasan anggur akan menimbulkan gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk menemukan etanol.

Selain itu, Jabir pun berhasil menyempurnakan proses dasar sublimasi, peng uapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan
kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi. Apa yang dihasilkannya itu merupakan teknikteknik kimia modern.

Tak heran, bila sosok dan pemikiran Jabir begitu berpengaruh bagi para ahli kimia Muslim lainnya seperti Al-Razi (9 M), Tughrai (12 M) dan Al-Iraqi (13 M). Tak cuma itu, buku-buku yang ditulisnya juga begitu besar pengaruhnya terhadap pengembangan ilmu kimia di Eropa. Jabir tutup usia pada tahun 815 M di Kufah. heri ruslan
()


Read more!-Read more
BAITULMAL
Sumber Republika Selasa, 29 April 2008

Kemakmuran dan kemajuan yang berhasil ditorehkan umat Islam pada masa kekhalifahan tak lepas dari pengelolaan keuangan yang profesional dan transparan. Pada era itu, pemerintahan Islam mengelola keuangan negara melalui lembaga bernama baitulmal (kas negara).

Sejatinya rumah harta alias baitulmal secara resmi berdiri pada zaman kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab. Namun, cikal bakalnya sudah mulai dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW memimpin pemerintahan di Madinah, baitulmal belum terlembaga.

Rasulullah SAW secara adil mengalokasikan pemasukan yang diterima untuk pos-pos yang telah ditetapkan. Pelembagaan baitulmal juga masih belum ditetapkan pada masa kepemimpinan Abu Bakar As-Siddiq. Pengelolaan dana yang diterapkan khalifah pertama masih mengikuti pola yang diterapkan Nabi Muhammad SAW.

Abu Bakar mendistribusikan dana yang tersedia di baitulmal kepada setiap orang. Di awal pemerintahannya, setiap penduduk mendapat jatah sebesar 10 dirham. Jumlah dana yang dibagikan bertambah menjadi dua kali lipat, di tahun kedua masa kepemimpinannya. Seiring bertambah luasnya wilayah kekuasaan Islam, pengelolaan keuangan pun bertambah kompleks.

Atas dasar pertimbangan itulah, Khalifah Umar bin Khattab memutuskan untuk melembagakan baitulmal menjadi lembaga formal. Pada masa Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah melampaui semenanjung Arab. Wilayah Iran, Irak, Suriah, Palestina dan Mesir serta wilayah lainnya sudah berada dalam kekuasaan pemerintahan Islam.

Pendapatan dan pemasukan pun bertambah banyak. Atas saran Walid bin Hisyam seorang ahli fikih, Umar memutuskan untuk membentuk baitulmal atau public treasury. Lembaga pengelola keuangan negara itu dipimpin oleh Abdullah bin Arqam. Selain itu, Umar juga mengangkat Abdurahman bin Ubaydi Al-Qari dan Mu’ayqib sebagai deputi.

Di setiap wilayah kekuasaan Islam dan ibukota pemerintahan, yakni di Madinah, dibentuk baitulmal. Khalifah menugaskan pejabat perbendaharaan negara di setiap wilayah. Baitulmal inilah yang nantinya bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Setiap dirham pemasukan yang diperoleh dari seluruh wilayah negara Islam dimasukkan di baitulmal. Ada enam sumber pemasukan yang dikelola baitulmal alias rumah harta. Pertama berasal dari zakat mal yang mencapai 2,5 persen dari penghasilan. Sumber pemasukan itu hanya dihimpun dari umat Muslim saja.

Kedua, berasal dari jizya yakni pajak perlindungan yang ditarik dari non Muslim yang tinggal di wilayah Muslim. Meski begitu, non-Muslim yang sakit, miskin, wanita, anakanak, orangtua, pendeta serta biarawan dibebaskan dari jizya.

Ketiga, bersumber dari ushr yakni pajak tanah yang khusus diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan besar. Nilainya mencapai satu per sepuluh dari produksi. Keempat, berasal dari khiraj, yakni pajak tanah. Kelima, bersumber dari ghanimah, yakni satu per lima dari hasil rampasan perang. Keenam, berasal dari pajak yang dipungut dari saudagar atau pengusaha non-Muslim, karena mereka tak membayar zakat.

Dana yang berhasil dihimpun baitulmal itu lalu disalurkan untuk menjamin kesejahteraan rakyat miskin yang membutuhkan. Tak hanya itu, rakyat yang lemah dan cacat baik Muslim maupun non- Muslim mendapat santunan dari baitulmal. Orang tua yang tak mampu lagi mencari penghasilan juga mendapat jaminan kehidupan dari Baitulmal.

Anak-anak yatim-piatu yang tak lagi memiliki pelindung mendapat jaminan dari negara yang dananya berasal dari baitulmal. Meski ada lembaga yang bertugas untuk menjamin kesejahteraan rakyat, Khalifah Umar tak lantas berpangku tangan. Setiap malam, khalifah berkeliling ke berbagai tempat untuk memastikan rakyatnya hidup dalam kecukupan dan tak kelaparan.

Selain dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat, dana yang dihimpun kas negara juga digunakan untuk pembangunan. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, sudah mulai dibangun saluran irigasi. Kanal irigasi digunakan untuk pengairan areal pertanian dan kebutuhan air bersih. Dananya berasal dari pendapatan di sektor publik.

Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Umar dibuktikan dengan didirikannya kantor-kantor militer. Selain itu, pembangunan kanal di berbagai provinsi. Umar juga membangun beberapa kota seperti basra, Kufah, Kairo dan sebagainya. Pemerintahan Umar juga menyediakan rumah bagi ribuan penduduk.

Selain itu, Umar juga membangun kantor pemerintahan di seluruh wilayah yang ditaklukkan. Ia pun membentuk polisi serta menyediakan rumah singgah bagi para pelancong dan penjelajah. Keberadaan baitulmal juga tetap dipertahankan pada era pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.

Pada masa kepemimpinan Utsman, pejabat perbendaharaan yang ditempatkan di wilayah kekuasaan Islam bersifat independen. Sehingga, pejabat baitulmal itu memiliki kekuasaan untuk mengontrol pengeluaran dana para pejabat dan gubernur di wilayah. Sempat terjadi benturan antara Sa’d bin Abi Waqas gubernur Kufah yang kuat namun boros - dengan Ibnu Mas’ud pejabat perbendaharaan di Kufah.

Utsman akhirnya memutuskan untuk memecat Sa’d, karena dinilai terlalu boros. Khalifah ketiga ini juga menggunakan dana di baitulmal untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Utsman tak pernah mengambil dan menerima gaji sebagai khalifah dari baitulmal. Setiap hari Jumat, Utsman berupaya untuk memerdekakan budak. Dia juga menjamin kehidupan janda dan anak yatim-piatu.

Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib pun menggunakan dana yang dihimpun baitulmal untuk kepentingan rakyat dan pembangunan. Ketika pemerintahannya berseteru dengan Mu’awiyah, beberapa orang yang dekat dengan Ali membisiki agar menggunakan dana baitulmal. Namun, Ali dengan tegas menolak untuk menggunakan dana baitulmal. ‘’Apakah kamu menginginkan aku mencapai kemenangan dengan cara yang tak adil?’’ tegas Ali.

Pada era Khulafa Ar-Rasyidin, dana baitulmal benar-benar dikelola secara transparan dan adil. Para khalifah sama sekali tak tergiur untuk menggunakan dana yang bertumpuk di kas negara itu untuk kepentingan dan ambisi pribadi. Pejabat korup dipecat dan dipenjara. Sehingga uang yang berasal dari rakyat benar-benar tersalur kembali untuk kesejahteraan rakyat. heri ruslan
( )


Read more!-Read more
Memakmurkan Rakyat dengan
Sumber Republika Selasa, 29 April 2008

Tak semua pemimpin di era kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah benar-benar jujur dalam mengelola keuangan negara (baitulmal). Dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, pendapatan atau pemasukan ke kas negara pun semakin bertambah banyak. Tak heran, bila kemudian urusan keuangan mendapat perhatian utama dari pemerintahan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah.

Pada era kekhalifahan Umayyah, pengelolaan baitulmal yang paling bersih terjadi pada masa kekuasaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Begitu Khalifah Umar II itu berkuasa, tanpa ragu dan pandang bulu semua harta kekayaan para pejabat dan keluarga bani Umayyah yang diperoleh secara tak wajar dibersihkan. Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup dipecat.

Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Setelah membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang. Di bidang fiskal, misalnya, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz menggunakan dana di baitulmal (kas negara) untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi. Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Jalan-jalan di kota Damaskus dan sekitarnya dibangun dan dikembangkan.

Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damaskus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid di perbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar II pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondensi berlangsung lancar. Sehingga, rakyatnya benarbenar hidup sejahtera.

Tak ada lagi yang mengalami kekurangan pangan dan kesusahan. Berkat pengelolaan dana baitulmal yang benar, sampai-sampai para pengelola baitulmal kesulitan lagi mencari orang miskin yang harus disantuni. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya,’’ kisah Yahya bin Said.

Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata, ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitulmal masih terdapat banyak uang.’’

Khalifah Umar memerintahkan, ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya!’’ Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, ‘’Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di baitulmal masih banyak uang.’’ Khalifah memerintahkan lagi, ‘’Kalau begitu bila ada seorang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya!’’ Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah. Dalam suratnya dia menyatakan,’’ Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di baitulmal ternyata masih juga banyak uang.’’

Akhirnya, Khalifah Umar memberi pengarahan, ‘’Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah mereka pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.

Pada masa Abbasiyah, kepala perpajakan merupakan orang yang terpenting dalam pemerintahan. Pada era dinasti ini, kemajuan tercapai pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun. Kemajuan dalam sektor perekonomian, perdagangan dan pertanian itu membuat Baghdad menjelma menjadi pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia saat itu.

Dengan kepastian hukum serta keamanan yang terjamin, berbondongbondong para saudagar dari berbagai penjuru dunia bertransaksi melakukan pertukaan barang dan uang di Baghdad. Negara pun memperoleh pemasukan yang begitu besar dari aktivitas perekonomian dan perdagangan itu serta tentunya dari pungutan pajak.

Pemasukan kas negara yang begitu besar itu tak dikorup sang khalifah. Harun Ar-Rasyid menggunakan dana itu untuk pembangunan dan menyejahterakan rakyatnya. Kota Baghdad pun dibangun dengan indah dan megah. Gedung-gedung tinggi berdiri, sarana peribadatan tersebar, sarana pendidikan pun menjamur dan fasilitas kesehatan gratis pun diberikan dengan pelayanan yang prima. hri
( )



Read more!-Read more
KOSMETIKA Warisan Islam
Sumber Republika Senin, 05 Mei 2008

Dalam ensiklopedia kesehatan yang ber - judul Al-Tasreef, Albucassis - begitu Barat menjuluki Al- Zahrawi, telah mengupas se cara khusus tentang kosmetika.

Agama Islam mengajar - kan umat nya untuk se - lalu hi dup bersih dan sehat. Bah kan dalam se - buah hadits, Rasulullah SAW ber sabda, ‘’Kesehatan me - rupa kan salah satu hak bagi tubuh manusia.’‘ Se ruan yang meminta agar umat Islam me melihara kebersihan ram but dan badan ini rupaya te lah mendorong para sar jana dan il mu - wan Muslim un tuk meng hasilkan be ra gam produk kosmetika.

Tahukah anda bera - gam jenis kosmetika se - perti deodoran, lotion, pewar na ram but yang berkembang pesat saat ini me ru pa kan hasil kar ya sarjana Muslim di era ke - khalifahan? Pengem bangan produk kosmetika di dunia Islam begitu gen car di la kukan seorang dok ter dan ahli bedah Mus lim di Andalusia, Al-Zahrawi (936 M - 1013 M) pada abad ke-10 M.

Dalam ensiklopedia kesehatan yang ber judul Al-Tasreef, Albucassis - begitu Barat menjuluki Al-Zahra - wi, telah mengupas se cara khusus ten tang kosmetika. Bagi Al-Zah ra - wi, kosmetika merupakan bagian dari pengobatan. Kitab Al-Tasreef ini be gitu besar pengaruhnya di Eropa.

Setelah dialihbahasakan ke dalam ba hasa Latin, kitab yang memperkenalkan kos metika itu sempat men - jadi buku utama yang digunakan ke - ba nyakan universitas di Eropa pada abad ke-12 M hingga 17 M. Ke mung - kinan besar dari kitab itulah Ba rat mengembangkan produk kosmetika. Tak heran, jika kini negara-negara Barat menjadi produsen kosmetika terbesar di dunia.

Dalam Al-Tasreef, Al-Zahrawi ju - ga me nye butkan pentingnya minyak gosok dan mengupas bahan-bahan dasar untuk mem buat minyak itu se - cara detail. Al-Zahrawi ju ga me-ng - ajarkan cara-cara memperkuat gusi dan memutihkan gigi. Ia juga memper kenalkan beragam parfum de - ngan aro ma yang bervariasi.

Al-Zahrawi menggunakan zat mi - nyak yang disebut Adhan untuk pengobatan dan ke cantikan. Sebagai seorang ilmuwan Mus lim, Al-Zah - rawi menjelaskan cara pe rawatan dan kecantikan rambut, kulit, gigi, dan seluruh bagian tubuh dalam ba - tas-batas ajaran Islam.

Pada abad ke-12 M, peradaban Islam di Spanyol juga sudah mengenal dan menggunakan produk kosmetika lainnya seperti krim tangan (hand cream, pencuci mu lut (mouth washes), serta nasal spray. Selain itu, peradaban Islam di era keemas - an juga telah menemukan semacam deterjen yang ber nama lenor. Bahan yang mengandung we wangian itu digunakan untuk mencuci pa kaian agar bersih dan harum.

Saat Cordoba mencapai kemajuan yang be gitu pesat, umat Islam memiliki tradisi untuk membawakan bunga bagi orang yang sakit. Tren itu dimulai ketika Cor doba memiliki 600 masjid, 300 pemandian umum, 50 rumah sakit dan 70 perpusta kaan publik, hingga kini masih tetap ber - kembang di era modern ini.

Stanley Lane Poole pada 1887 dalam bu ku ‘The Moors in Spain’ mengakui kehebat an yang dicapai umat Islam di Spanyol. De ngan nada menyindir, Lane Poole me nyatakan kemilau yang diperoleh Kristen Spa - nyol setelah Islam diusir bagaikan bu lan yang cahayanya hasil meminjam dari umat Islam.

Selain Al-Zahrawi, dokter Muslim lainnya yang berkontribusi dalam bidang kecantikan adalah Ibnu Sina (980 M - 1037 M). Dalam salah satu bab pada bukunya yang sangat feno - menal berjudul Canon of Medicine, Ibnu Sina secara khusus memba has tema kecantikan atau Ziyet. Avi - cenna begitu orang Barat memanggilnya mengupas tentang perawatan tubuh mulai dari rambut dan tubuh.

Selain itu, Ibnu Sina juga membahas ca ra-cara perawatan kulit serta penyakit kulit dan penyembuhannya. Dokter Mu s lim itu juga memaparkan seputar masalah obesitas dan tubuh yang terlalu kurus serta dampaknya bagi penampilan. Beri - kut ini beberapa ringkasan dari bab tentang Ziynet yang dipaparkan Ib - nu Sina dalam Canon of Medicine.

Pertama, Ibnu Sina membahas ten tang simp tom atau gejala. Con - tohnya, ia meng upas tentang berbagai masalah kecantikan yang kerap dihadapi setiap orang, se perti ram - but rontok, kulit yang berubah pu - cat, serta bagaimana merampingkan tubuh.

Ibnu Sina memulai studinya ten - tang ke cantikan dimulai dari pera - watan kepala dan diakhiri dengan kaki. Khusus pera wat an kaki, Ibnu Sina menekankan pada pe rawatan kuku. Topik tentang kecanti kan ber - kaitan erat dengan kosmetika. Da - lam kitabnya yang fenomenal itu, ia juga mengungkapkan tentang fo - mula pera wat an rambut dan kulit. Selain itu, Ibnu Sina juga meme - parkan tentang penyakit-penyakit kulit, metabolisme serta makanan yang perlu dikonsumsi dan tidak untuk menjaga kecantikan tubuh.

Tujuan Ibnu Sina mengupas masa lah kecantikan bukan bertujuan untuk mempercantik orang, namun ia lebih me nekankan pada sudut pandang ke sehatan, yakni cara merawat tubuh.

Kedua, dalam bab tentang kecantikan Ib nu Sina juga lebih menekan - kan pada ob servasi. Tema Ziynet berhubungan de ngan gejala-gejala yang dapat diobservasi secara eks ternal. Observasi bertujuan un tuk mempermudah kerja para dokter untuk menangani dan mengatasi berbagai penyakit yang biasa terjadi pada tubuh mulai dari kepala hingga kaki.

Para sarjana Muslim memberi kontribusi yang begitu besar dalam bidang kosmetika dan kecantikan. Lagi-lagi masyarakat Ba rat ber - utang budi kepada Al-Zahrawi dan Ibnu Sina yang telah melahirkan be - ra gam terobosan dalam bidang kosmetika dan kecantikan.

Pelopor Aroma Industri Parfum

Parfum begitu identik dengan kota Pa ris, Prancis. Di kota mode itulah sen tra in dus tri parfum dan kosme - tik kini ber ada. Namun tahukah Anda bah wa industri parfum itu berasal dari du nia Islam? Se ja tinya, para ilmuwan Is - lam di era kekhalifahanlah yang me - ngembangkan teknologi in dus tri pembuatan parfum sejak abad ke-8 M.

Masyarakat Eropa baru mengenal par - fum dan tek nik pembuatannya sekitar abad ke-14 M atau enam abad setelah parfum ber kem bang pesat di dunia Is - lam. Lagi-lagi, masyarakat Barat kembali berutang bu di kepada sejarah peradaban Islam yang telah ber kembang pesat lebih awal. Orang Barat memang ba nyak meniru cara pembuatan parfum dari dunia Islam.

Memang benar sebelum Islam datang, masyarakat dunia sudah mengenal par - fum. Konon, seni membuat parfum telah dimulai masyarakat Mesir kuno. Menu - rut catatan sejarah, ahli kimia pertama di dunia yang membuat parfum adalah Tapputi yang ber asal dari Mesopotamia. Para arkeolog Italia juga menemukan fakta lain. Mereka menemukan parfum yang ber umur 4.000 tahun lalu atau pa - da Zaman Perunggu di kepulauan Cyprus.

Adalah fakta yang tak terbantahkan bah wa kebudayaan Islam telah memberi pe nga ruh yang sangat signifikan terha - dap pe nkembag an industri parfum di dunia Barat.

Dunia Islam berkontribusi besar da - lam memperkenalkan proses ekstrasi we wangi an melalui teknologi distilasi uap yang te lah di kembangkan para ilmu - wan Islam se jak abad ke-8 M. Industri parfum modern di dunia Ba rat pun ba - nyak mengadopsi bahan ramuan pa rfum yang telah dikembangkan para ahli kimia Muslim.

Dominasi dunia Islam dalam mengembangkan parfum di era keemasan dito - pang de ngan budaya masyarakatnya sebagai pedagangan. Bangsa Arab dan Persia yang banyak menjadi saudagar kerap berkeliling dan menjelajahi dunia. Tak heran, bila me re ka mengenal dan me nemukan beragam jenis tanaman ser - ta bahan-bahan mewangi an di sentero dunia.

Mereka lalu membawa pula tanaman yang mereka temukan dan mengembang kannya di luar daerah aslinya. Dua tanam an yang dikembangkan umat Is - lam di era kejayaan untuk dijadikan ba - han parfum ada lah melati yang ber asal dari Asia Sela tan dan Asia Tenggara serta jeruk yang ber asal dari Asia Timur. Hingga kini, keduanya masih menjadi bahan yang sangat penting dalam industri parfum modern.

Dalam kebudayaan Islam, pengguna - an parfum telah dimulai ketika zaman Ra su lul lah SAW, yakni pada adab ke-6 M. Industri parfum tumbuh pesat di du - nia Islam, ka rena Rasulullah SAW menganjurkan se orang Muslim untuk menggunakan we wangi an ketika akan shalat Jumat.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW ber sabda: ‘’Mandi, memotong kuku, men cabut bulu-bulu tak perlu, memakai siwak, mengusapkan wewangian (par - fum) sebi sa nya pada hari Jumat dianjurkan pada setiap laki-laki yang telah baligh.’‘ (Muttafaq ‘alaih).

Hadits itu mendorong para ilmuwan Is - lam untuk mengeksplorasi dan mengembang k an dan memproduksi parfum da - lam jumlah yang besar. Industri parfum pada era keemasan dikembangkan dua ahli ki mia Muslim, Jabir Ibnu Hayyan (722 M - 815 M) serta Al-Kindi (lahir 801 M). Kedua ilmuwan itulah yang mendi - rikan industri parfum di dunia Islam.

Jabir mengembangkan begitu banyak teknik, yakni distilasi, penguapan dan penya ringan. Ketiga teknik itu mampu mengumpulkan wewangian tumbuhan da lam bentuk uap. Hasilnya dapat di kum pul kan dalam bentuk air atau minyak.

Upaya mengembangkan indusrti par - fum juga dilakukan Al-Kindi. Bahkan, il - muwan kelahiran Irak itu disebut-sebut sebagai pendiri industri parfum yang se benarnya. Betapa tidak, semasa hidupnya Al-Kindi melakukan penelitian yang luas serta bera gam eksperimen untuk menggabungkan beragam tanaman dan aneka bahan la in nya untuk meproduksi beragam wewangian.

Al-Kindi juga mengelaborasi beragam resep untuk membuat parfum, kosmetik dan obat-obatan. Parfum floral yang di - kembangkan Umat Islam itu mulai diper - kenalkan kepada masyarakat Eropa an ta ra abad ke-11 M dan 12 M melalui ja lur perdagangan. Hal itu dikuatkan de ngan catatan pada Pepperers Guild of London yang ber ta rikh 1179 M yang me nyebutkan bahwa orang Eropa melaku kan transaksi bahan-bahan parfum serta rempah-rem - pah de ngan pedagang Muslim.

Sementara itu, Orang Eropa baru me- nge nal cara dan teknik pembuatan baru pada abad ke-14 M. Mereka mengeta - huinya dari masyarakat Muslim di semenanjung Arab yang terlebih dahulu me - ngembangkan industri parfum.
( heri ruslan )

Read more!-Read more
Attar Pewangi Para Penyair
Sumber Republika Selasa, 06 Mei 2008 9:19:00

Bait demi bait puisi sufistik yang dirangkainya begitu melegenda. Sosok dan karya sastra yang ditorehkannya telah menjadi inspirasi bagi para pujangga di tanah Persia, salah satunya penyair termashur sekelas Jalaluddin Rumi. Penyair sufi legendaris yang masih berpengaruh hingga abad ke-21 itu dikenal dengan nama pena Fariduddin Attar, si penyebar wangi yang dalam bahasa Persia disebut Attar.

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Abu Bakr Ibrahim. Jejak hidupnya tak terlalu banyak terungkap. Syahdan, Attar terlahir di Nishapur, sebelah barat laut Persia. Ia dijuluki dengan nama Attar lantaran profesinya sebagai seorang ahli farmasi. Attar adalah seorang anak ahli farmasi di kota Nishapur yang terbilang cukup kaya.

Attar muda menimba ilmu kedokteran, bahasa Arab dan teosofi di sebuah madrasah (perguruan tinggi) yang terletak di sekitar tempat suci Imam Reza di Mashhad. Menurut catatan yang tertera pada buku yang ditulisnya Mosibat Nameh (Buku Penderitaan), pada saat remaja dia bekerja di toko obat atau apotek milik sang ayah. Attar bertugas untuk meracik obat dan mengurus pasien.

Ia lalu mewarisi toko obat itu, setelah sang ayah wafat. Setiap hari Attar harus berhadapan dan melayani pasien yang berasal dari kaum tak berpunya. Suatu hari seorang fakir berpakaian jubah singgah ke apoteknya. Konon, si fakir itu lalu menangis begitu menghirup aroma wewangian yang menebar di apotek milik Attar.

Menduga si fakir akan meminta-minta, Attar pun mencoba mengusirnya. Namun, si fakir berkukuh tak mau pergi dari tempat usaha Attar. Lalu si fakir berkata pada Attar, ''Tak sulit bagiku untuk meninggalkan apotekmu ini dan mengucapkan selamat tinggal kepada dunia yang bobrok ini. Yang melekat di badanku hanyalah jubah yang lusuh ini. Aku justru merasa kasihan kepadamu, bagaimana kamu meninggalkan dunia ini dengan harta yang kamu miliki.''

Sesaat setelah melontarkan kata-kata yang menghujam di hati Attar, si fakir itu lalu meninggal dunia di depan kios obat. Pertemuannya dengan si fakir kemudian mengubah garis kehidupannya. Ia memutuskan menutup kios obatnya dan memilih berkelana mencari guru-guru sufi. Yang dicarinya hanya satu, yakni hakikat kehidupan.

Laiknya si fakir yang singgah di toko obatnya, Attar berkelana dari satu negeri ke negeri lainnya untuk bertemu dengan syekh - pemimpin tarekat sufi. Beberapa negeri yang disinggahinya antara lain, Ray, Kufah, Makkah, Damaskus, Turkistan, hingga India. Di setiap syekh yang ditemuinya, Attar mempelajari tarekat dan menjalani kehidupan di khaniqah (tempat-tempat berkumpul untuk latihan dan praktik spiritual).

Setelah menemukan hakikat hidup yang dicarinya melalui sebuah perjalanan panjang, Attar memutuskan kembali ke kota kelahirannya Nishapur dan membuka kembali toko obat yang sempat ditutupnya. Pengalaman pencarian makna dan hakikat hidup yang dilakoninya itu dituangkan dalam Mantiq al-Tayr (Musyawarah Burung). Sebuah karya yang fenomenal.

Di kota kelahirannya, Attar berupaya untuk menyebarkan ajaran sufi. Ia pun memberi sumbangan yang amat besar pada dunia sufi dengan menuliskan kumpulan kisah para sufi sebelumnya dalam kitab Tadzkiratul Awliya. Karya yang ditulisnya itu sedikit banyak telah mempengaruhi pemikiran Attar. Ia pun getol menulis puisi-puisi sufi. Begitu banyak puisi yang berhasil dituliskan sang penyair sufi legendaris itu. Namun, ada beragam versi mengenai jumlah pasti puisi yang dibuat sang penyair. Reza Gholikan Hedayat, misalnya, menyebutkan jumlah buku puisi yang dihasilkan Attar mencapai 190 dan berisi 100 ribu sajak dua baris (distich). Sedangkan Firdowsi Shahname menyebutkan jumlah puisi yang ditulis Attar mencapai 60 ribu bait.

Ada pula sumber yang menyebutkan jumlah buku puisi yang ditulis Attar mencapai 114 atau sama dengan jumlah surat dalam Alquran. Namun, studi yang lebih realistis memperkirakan puisi yang ditulis Attar mencapai sembilan sampai 12 volume. Secara umum, karya-karya Attar dapat dibagi ke dalam tiga kategori.

Pertama, puisi yang ditulisnya lebih bernuansa tasawuf atau sufistik yang menggambarkan keseimbangan yang sempurna. Kategori pertama ini dikemas dengan seni cerita bertutur. Kedua, puisi-puisi yang ditulisnya bertujuan untuk menyangkal kegiatan panteisme. Ketiga, puisi-puisi yang berisi sanjungan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Salah satu karya yang utama dari Attar berjudul Asrar Nameh (Kitab Rahasia). Karya lainnya yang terkenal dari Attar adalah Elahi Nameh tentang zuhud dan pertapaan. Kitab Asrar Nameh itu konon dihadiahkan kepada Maulana Jalaludin Rumi ketika keluarganya tinggal di Nishapur dalam sebuah perjalanan menuju Konya.

Syahdan, dalam pertemuan dengan Rumi yang saat itu masih kecil, Attar meramalkan bahwa Rumi akan menjadi seorang tokoh besar dan terkenal. Ramalan itu ternyata benar-benar terbukti. Attar meninggal dunia di usianya yang ke-70 tahun. Ia ditawan dan kemudian dieksekusi oleh pasukan Tentara Mongol yang melakukan invasi ke wilayah Nishapur pada 1221 M. Kisah kematian seorang Attar bercampur antara legenda dan spekulasi.

Menurut sebuah cerita, Attar dipenjara oleh tentara Mongol. Lalu seseorang datang dan mencoba menebusnya dengan ribuan batang perak. Namun, Attar menyarankan agar Mongol tak melepaskannya. Tentara Mongol mengira penolakan itu dilakukan agar tebusan yang diberikan lebih besar. Setelah itu datang lagi orang lain yang membawa sekarung jerami untuk menebus Attar. Kali ini Attar meminta agar Mongol melepaskannya. Tentara Mongol pun marah besar dan lalu memotong kepala Attar.

Attar dimakamkan di Shadyakh. Makamnya yang megah dibangun Ali-Shir Nava'i pada abad ke-16. Sosok Attar hingga kini masih tenar dan populer di Iran. Tak heran, bila makamnya banyak dikunjungi para peziarah.

Mantiq Al-Tayr Tujuh Tahapan Menuju Hakikat

Mantiq Al-Tayr (Musyawarah Burung) merupakan karya yang paling fenomenal dari Fariduddin Attar. Kitab itu berisi pengalaman spiritual yang pernah dilaluinya untuk mencari makan dan hakikat hidup. Attar menuangkan pengalamannya itu melalui sebuah cerita perjalanan sekawanan burung agar lebih mudah dimengerti.

Dengan gaya bertutur, kitab itu mengisahkan perjalanan sekawanan burung untuk mencari raja burung yang disebut sebagai Simurgh di puncak Gunung Kaf yang agung. Sebelum menempuh perjalanan berkumpulah segala burung di dunia untuk bermusyawarah. Tujuan mereka hanya satu yakni mencari raja. Dalam perjalanan itu, para burung yang dipimpin oleh Hud-hud harus melalui tujuh lembah.

Ribuan burung sedunia pun berangkat. Namun yang berhasil bertemu denga sang raja hanyalah 30 ekor saja. Tujuh lembah yang dikisahkan dalam cerita itu melambangkan tingkatan-tingkatan keruhanian yang telah dilalui Attar selama berkelana mencari hakikat hidup.

Ketujuh lembah yang harus ditempuh untuk dapat bertemu dengan Sang Khalik itu adalah lembah pencarian, lembah cinta, lembah keinsyafan, lembah kebebasan dan kelepasan, lembah keesaan murni, lembah keheranan, lembah ketiadaan, dan keterampasan.

Lembah pencarian
Inilah lembah pertama yang harus dilalui seorang pencari dalam menjalani kehidupan spiritualnya. Aneka ragam godaan duniawi akan menghampiri dan itu harus bisa ditaklukkan. Para pencari diharuskan berjuang dengan gigih untuk mendapatkan cahaya ilahi yang didambanya dengan menghilangkan hasrat-hasrat duniawinya. Hasrat duniawi ini jangan diartikan dengan meninggalkan dunia sepenuhnya

Lembah Cinta
Setelah melalui lembah pertama, sang pencari harus menemukan cinta sejati dalam dirinya untuk dapat menghalau tangan hitam akal yang menutupi ketajaman mata batin. Hanya dengan mata batinlah para pencari kebenaran ini dapat melihat realita apa adanya. Mata hati tidak dapat dibohongi. Dalam kecintaannya, seorang pencari haruslah memiliki kesudian untuk mengorbankan apa-apa darinya demi yang diharapkannya yang dicintanya. Keikhlasan dalam berkurban menunjukkan seberapa besar cintanya pada kekasihnya.

Lembah Kearifan
Dengan mata hati yang terbuka, seorang pencari dapat melihat jelas realita ciptaanNya. Dengan begitu kearifan akan menyertai kehidupannya. Jalan makrifat dapat dilalui dengan cara tata cara ibadah yang khusuk, dan latihan-latihan penempaan diri dalam. Tentu setelah melalui jalan cinta.

Lembah Kebebasan
Lembah ini merupakan tahapan yang harus dilalui para pencari yang sudah mampu menghilangkan nafsu untuk mendapatkan sesuatu dengan mudah atau dengan ikhtiar biasa. Dalam tingkatan ini kesibukan seorang pencari akan fokus pada hal-hal yang utama dan hakiki. Dia melihat segala seakan biasa, tanpa ada yang menakjubkan.

Lembah Keesaan Murni
Lembah keesaan murni sebuah lambang wujud, di mana dalam jagat raya ini hanya ada satu wujud yaitu wujud Tuhan.

Lembah Ketakjuban
Di lembah ini sang pencari akan mengalami ketakjuban luar biasa karena semua menjadi serba terbalik. Siang jadi malam, malam jadi siang, semuanya serba berubah.

Lembah ketiadaan
Inilah lembah terakhir dari sebuah pencarian. Ketika sampai pada level ini, sang pencari akan menemukan dirinya secara utuh. Yang ditemukannya hanyalah dirinya dan hakikat dirinya. Setelah tahap inipun sang pencari akan menemukan simurgh yang tak lain adalah hakikat dirinya sendiri.
( heri ruslan )

Read more!-Read more
<$BlogDateHeaderDate$>
Menggenggam Dunia dengan Geografi
Sumber Republika Rabu, 23 April 2008

Berkembangnya geografi di dunia Islam dimulai ketika Khalifah Al-Ma'mun yang berkuasa dari tahun 813 hingga 833 M memerintahkan para geografer Muslim untuk mengukur kembali jarak bumi.

Islam mendorong umatnya untuk membuka pikiran dan cakrawala. Allah SWT berfirman: Sungguh telah berlaku sunnah Allah (hukum Allah) maka berjalanlah kamu di muka bumi dan lihatlah bagaimana akibat (perbuatan) orangorang mendustakan ayat-ayat-Nya. (QS. Al-Imran: 137). Perintah ini telah membuat umat Islam di abad-abad pertama berupaya untuk melakukan ekspansi serta ekspedisi.

Selain dilandasi faktor ideologi dan politik, ekspansi Islam yang berlangsung begitu cepat itu juga didorong insentif perdagangan yang menguntungkan. Tak pelak umat Islam pun mulai mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menyebarkan agama Allah. Seiring meluasnya ekspansi dan ekspedisi ruterute perjalanan melalui darat dan laut pun mulai bertambah.

Tak heran, jika sejak abad ke-8 M, kawasan Mediterania telah menjadi jalur utama Muslim. Jalur-jalur laut dan darat yang sangat sering digunakan akhirnya menghubungkan seluruh wilayah Muslim yang berkembang mencapai India, Asia Tenggara, dan Cina meluas ke utara dari Sungai Volga hingga Skandinavia dan menjangkau jauh ke pedalaman Afrika.

Ekspansi dan ekspedisi di abad-abad itu mendorong para sarjana dan penjelajah Muslim untuk mengembangkan geografi atau ilmu bumi. Di era kekhalifahan, geografi mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan geografi yang ditandai dengan ditemukannya peta dunia serta jalur-jalur perjalanan di dunia Muslim itu ditopang sejumlah faktor pendukung.

Era keemasan Islam, perkembangan astronomi Islam, penerjemahan naskahnaskah kuno ke dalam bahasa Arab serta meningkatnya ekspansi perdagangan dan kewajiban menunaikan ibadah haji merupakan sejumlah faktor yang mendukung berkembangnya geografi di dunia Islam. Tak pelak, Islam banyak memberi kontribusi bagi pengembangan geografi.

Umat Islam memang bukan yang pertama mengembangkan dan menguasai geografi. Ilmu bumi pertama kali dikenal bangsa Yunani adalah bangsa yang pertama dikenal secara aktif menjelajahi geografi. Beberapa tokoh Yunani yang berjasa mengeksplorasi geografi sebagai ilmu dan filosofi antara lain; Thales dari Miletus, Herodotus, Eratosthenes, Hipparchus, Aristotle, Dicaearchus dari Messana, Strabo, dan Ptolemy.

Selain itu, bangsa Romawi juga turut memberi sumbangan pada pemetaan karena mereka banyak menjelajahi negeri dan menambahkan teknik baru. Salah satu tekniknya adalah periplus, deskripsi pada pelabuhan, dan daratan sepanjang garis pantai yang bisa dilihat pelaut di lepas pantai.

Selepas Romawi jatuh, Barat dicengkeram dalam era kegelapan. Perkembangan ilmu pengetahuan justru mulai berkembang pesat di Timur Tengah. Geografi mulai berkembang pesat pada era Kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Ketika itu, Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al- Mamun berkuasa, mereka mendorong para sarjana Muslim untuk menerjemahkan naskah-naskah kuno dari Yunani ke dalam bahasa Arab.

Ketertarikan umat Muslim terhadap geografi diawali dengan kegandrungan atas astronomi. Perkembangan di bidang astronomi itu perlahan tapi pasti mulai membawa para sarjana untuk menggeluti ilmu bumi. Umat Islam mulai tertarik mempelajari peta yang dibuat bangsa Yunani dan Romawi. Beberapa naskah penting dari Yunani yang diterjemahkan antara lain; Alemagest dan Geographia.

Berkembangnya geografi di dunia Islam dimulai ketika Khalifah Al- Ma’mun yang berkuasa dari tahun 813 hingga 833 M memerintahkan para geografer Muslim untuk mengukur kembali jarak bumi. Sejak saat itu muncullah istilah mil untuk mengukur jarak. Sedangkan orang Yunani menggunakan istilah stadion.

Upaya dan kerja keras para geografer Muslim itu berbuah manis. Umat Islam pun mampu menghitung volume dan keliling bumi. Berbekal keberhasilan itu, Khalifah Al-Mamun memerintahkan para geografer Muslim untuk menciptakan peta bumi yang besar. Adalah Musa Al-Khawarizmi bersama 70 geografer lainnya mampu membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.

Khawarizmi juga berhasil menulis kitab geografi yang berjudul Surah Al- Ard (Morfologi Bumi) sebuah koreksi terhadap karya Ptolemaeus. Kitab itu menjadi landasan ilmiah bagi geografi Muslim tradisional. Pada abad yang sama, Al-Kindi juga menulis sebuah buku bertajuk ‘Keterangan tentang Bumi yang Berpenghuni’.

Sejak saat itu, geografi pun berkembang pesat. Sejumlah geografer Muslim berhasil melakukan terobosan dan penemuan penting. Di awal abad ke-10 M, secara khusus, Abu Zayd Al-Balkhi yang berasal dari Balkh mendirikan sekolah di kota Baghdad yang secara khusus mengkaji dan membuat peta bumi.

Di abad ke-11 M, seorang geografer termasyhur dari Spanyol, Abu Ubaid Al- Bakri berhasil menulis kitab di bidang geografi, yakni Mu’jam Al-Ista’jam (Eksiklopedi Geografi) dan Al-Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan). Buku pertama berisi nama-nama tempat di Jazirah Arab. Sedangkan yang kedua berisi pemetaan geografis dunia Arab zaman dahulu.

Pada abad ke-12, geografer Muslim, Al-Idrisi berhasil membuat peta dunia. Al-Idrisi yang lahir pada tahun 1100 di Ceuta Spanyol itu juga menulis kitab geografi berjudul Kitab Nazhah Al- Muslak fi Ikhtira Al-Falak (Tempat Orang yang Rindu Menembus Cakrawala). Kitab ini begitu berpengaruh sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Geographia Nubiensis.

Seabad kemudian, dua geografer Muslim yakni, Qutubuddin Asy-Syirazi (1236 M - 1311 M) dan Yaqut Ar-Rumi (1179 M -1229 M) berhasil melakukan terobosan baru. Qutubuddin mampu membuat peta Laut Putih/Laut Tengah yang dihadiahkan kepada Raja Persia. Sedangkan, Yaqut berhasil menulis enam jilid ensiklopedi bertajuk Mu’jam Al-Buldan (Ensiklopedi Negeri-negeri).

Penjelajah Muslim asal Maroko, Ibnu Battuta di abad ke-14 M memberi sumbangan dalam menemukan rute perjalanan baru. Hampir selama 30 tahun, Ibnu Battuta menjelajahi daratan dan mengarungi lautan untuk berkeliling dunia. Penjelajah Muslim lainnya yang mampu mengubah rute perjalanan laut adalah Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok. Dia melakukan ekspedisi sebanyak tujuh kali mulai dari tahun 1405 hingga 1433 M.

Dengan menguasai geografi, di era keemasan umat Islam mampu menggenggam dunia.

Kontribusi Geografer Muslim

Sederet geografer Muslim telah banyak memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu bumi. Al-Kindi diakui begitu berjasa sebagai geografer pertama yang memperkenalkan percobaan ke dalam ilmu bumi. Sedangkan, Al-Biruni didapuk sebagai ‘bapak geodesi’ yang banyak memberi kontribusi terhadap geografi dan juga geologi.

John J O’Connor dan Edmund F Robertson menuliskan pengakuannya terhadap kontribusi Al-Biruni dalam MacTutor History of Mathematics. Menurut mereka, ‘’Al-Biruni telah menyumbangkan kontribusi penting bagi pengembangan geografi dan geodesi. Dialah yang memperkenalkan teknik pengukuran bumi dan jaraknya dengan menggunakan triangulation.’’

Al-Biruni-lah yang menemukan radius bumi mencapai 6.339,6 km. Hingga abad ke-16 M, Barat belum mampu mengukur radius bumi seperti yang dilakukan Al-Biruni. Bapak sejarah sains, George Sarton, juga mengakui kontribusi sarjana Muslim dalam pengembangan geografi dan geologi. ‘’Kita menemukan dalam tulisannya metedo penelitian kimia, sebuah teori tentang pembentukan besi.’’

Salah satu kekhasan yang dikembangkan geografer Muslim adalah munculnya bio-geografi. Hal itu didorong oleh banyaknya orang Arab di era kekhalifahan yang tertarik untuk mendistribusi dan mengklasifikasi tanaman, binatang, dan evolusi kehidupan. Para sarjana Muslim mencoba menganalisis beragam jenis tanaman.

Geografer Muslim di Era Keemasan

Hisyam Al-Kalbi (abad ke-8 M)
Dia adalah ahli ilmu bumi pertama dalam sejarah Islam. Hisyam begitu populer dengan studinya yang mendalam mengenai kawasan Arab.

Musa Al-Khawarizmi (780 M - 850 M)
Ahli matematika yang juga geografer itu merevisi pandangan Ptolemaues mengenai geografi. Bersama-sama 70 puluh geografer, Al-Khawarizmi membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.

Al-Ya’qubi (wafat 897 M)
Dia menulis buku geografi bertajuk ‘Negeri-negeri’ yang begitu populer dengan studi topografisnya.

Ibn Khordadbeh (820 M - 912 M)
Dia adalah murid Al-Kindi yang mempelajari jalan-jalan di berbagai provinsi secara cermat dan menuangkannya ke dalam buku Al- Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan).

Al-Dinawari (828 M - 898 M)
Geografer Muslim yang juga banyak memberi kontribusi pada perkembangan ilmu geografi.

Hamdani (893 M - 945 M) Geografer Muslim abad ke-9 M yang mendedikasikan dirinya untuk mengembangkan geografi.

Ali al-Masudi (896 M - 956 M)
Nama lengkapnya Abul hasan Ali Al-Ma’sudi. Ia mempelajari faktorfaktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pembentukan batubatuan di bumi dengan orisinalitas yang mencengangkan.

Ahmad ibn Fadlan (abad ke-10 M)
Dia adalah geografer yang menulis ensiklopedia dan kisah perjalanan ke daerah Volga dan Kaspia.

Ahmad ibn Rustah (abad ke-10 M)
Ibnu Rustah merupakan geografer yang menulis ensiklopedia besar mengenai geografi. Al Balkhi Memberikan sumbangan cukup besar dalam pemetaan dunia. Al Kindi Selain terkenal sebagai ahli oseanografi, dia juga seorang ilmuwan multitalenta. Sebagai ahli fisika, optik, metalurgi, bahkan filosofi.

Al Istakhar II dan Ibnu Hawqal (abad ke-10 M)
Memberikan kontribusi besar dalam pemetaan dunia.

Al-Idrisi (1099 M)
Ahli geografi kesohor pada zamannya, yang juga dikenal sebagai ahli zoologi.

Al Baghdadi (1162 M)
Seorang geografer Muslim terkemuka.

Abdul-Leteef Mawaffaq (1162 M)
Selain pakar geografi, dia juga merupakan ahli pengobatan.
(heri ruslan )




Read more!-Read more
UMAR BIN ABDUL AZIZ
Sumber Republika Kamis, 24 April 2008

Khalifah Pilihan Dinasti Umayyah

Umar bin Abdul Aziz ternyata masih keturunan dari Khalifah Umar bin Khattab. Ia terlahir pada tahun 63 H/682 M di Halwan sebuah perkampungan di Mesir. Namun ada pula yang menyebutkan, Umar lahir di Madinah.

Adil, jujur, sederhana dan bijaksana. Itulah ciri khas kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai ‘khalifah kelima’ yang bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang mengharumkan nama Islam.

Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Ia beserta seluruh keluarganya rela hidup sederhana dan menyerahkan harta kekayaannya ke baitulmal (kas negara), begitu diangkat menjadi khalifah. Khalifah Umar II pun dengan gagah berani serta tanpa pandang bulu memberantas segala bentuk praktik korupsi.

Tanpa ragu, Umar membersihkan harta kekayaan para pejabat dan keluarga Bani Umayyah yang diperoleh secara tak wajar. Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Baginya, jabatan bukanlah alat untuk meraup kekayaan, melainkan amanah dan beban yang harus ditunaikan secara benar.

Tak seperti penguasa kebanyakan yang begitu ambisi mengincar kursi kekuasaan, Umar justru menangis ketika tahta dianugerahkan kepadanya. Meski Umar bukan berasal dari trah Bani Umayyah, keadilan dan kearifannya selama menjabat gubernur telah membuat Khalifah Sulaiman terkesan.

Maka di akhir hayatnya, Sulaiman dalam surat wasiatnya memilih Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya. Setelah Khalifah Sulaiman tutup usia, Umar dilantik sebagai khalifah pada 717 M/99 H. Seluruh umat Islam di kota Damaskus pun berkumpul di masjid menantikan pengganti khalifah. Penasihat kerajaan Raja’ bin Haiwah pun segera berdiri dan membacakan surat wasiat Khalifah Sulaiman.

‘’Bangunlah wahai Umar bin Abdul- Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini,’’ ungkap Raja’.

Umar pun terkejut mendengar keputusan itu. Ia pun segera bangkit dan dengan rendah hati berkata, ‘’Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah terlebih dulu dan tak pernah aku memintanya. Sesungguhnya aku mencabut bai’at yang ada dilehermu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki.’’ Umat Islam yang berada di masjid menolak untuk mencabut ba’iatnya.

Semua bersepakat dan meminta Umar untuk menjadi khalifah. Umar pun akhirnya menerima ba’iat itu dengan berat hati. Ia menangis karena takut kepada Sang Khalik dengan ujian yang diterimanya. Beragam fasilitas dan keistimewaan yang biasa dinikmati khalifah ditolaknya. Umar memilih untuk tinggal di rumahnya.

Meski berat hati menerima jabatan khalifah, Umar menunaikan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Keluarganya mendukung dan selalu mengingatkan Umar untuk bekerja keras memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Sang anak, Abdul-Malik, tak segan-segan untuk menegur dan mengingatkan ayahnya agar bekerja keras memperhatikan negara dan rakyat yang dipimpinnya.

Selepas diangkat menjadi khalifah, Umar yang kelelahan mengurus pemakaman Khalifah Sulaiman berniat untuk tidur. ‘’Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?’’ ujar Abdul Malik.

‘’Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini,’’ jawab Umar. ‘’Lalu apa yang akan engkau lakukan ayahanda?’’ tanya sang anak. ‘’Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk shalat bersama rakyat,’ ucap Umar.

Lalu Abdul-Malik berkata, ‘’Wahai ayah, siapa yang menjamin engkau akan masih hidup sampai waktu zuhur? Padahal sekarang engkau adalah Amirul Mukminin yang bertanggung jawab untuk mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi.’’

Umar pun segera bangkit dari peraduan sembari berkata, ‘’Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku.’’

Umar pun bekerja keras membaktikan dirinya bagi rakyat dan umat. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah meraih puncak kejayaan. Sayang, dia hanya memimpin dalam waktu sekejap saja, yakni dua tahun.

Meski bukan berasal dari keturunan Umayyah, darah kepemimpinan memang mengalir dalam tubuh Umar bin Abdul Aziz. Ia ternyata masih keturunan dari Khalifah Umar bin Khattab. Umar bin Abdul Aziz terlahir pada tahun 63 H/ 682 di Halwan sebuah perkampungan di Mesir. Namun ada pula yang menyebutkan, Umar lahir di Madinah.

Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, Gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul-Malik. Sedangkan ibunya bernama Ummu Asim binti Asim. Dari Ummu Asim-lah, darah Umar bin Khattab mengalir ditubuh Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Khtattab meminta anak laki-lakinya Asim untuk menikahi gadis miskin dan jujur. Dari hasil pernikahan itu lahirlah seorang anak perempuan bernama Laila atau Ummu Asim.

Ummu Asim lalu menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan dan lahirlah Umar bin Abdul-Aziz. Sosok pemimpin Umar bin Abdul Aziz yang adil dan bijaksana sudah sempat dilontarkan Umar bin Khattab. Sang khalifah kedua itu sempat bermimpi melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Pemuda itu kelak akan menjadi pemimpin umat Islam.

Mimpi itu akhirnya terbukti. Umar bin Abdul Aziz sewaktu kecil wajahnya memang sempat tertendang kuda, sehingga bagian keningnya mengalami luka. Umar kecil dibesarkan di Madinah. Ia dibimbing sang paman bernama Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak. Umar tinggal di Madinah hingga sang ayah wafat. Umar lalu dipanggil Khalifah Abdul Malik ke Damaskus dan menikah dengan anaknya bernama Fatimah.

Pada 706 H, Umar diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah Al- Walid. Saat memimpin Madinah, Umar sempat memugar dan memperluas bangunan Masjid Nabawi. Sejak masa kepemimpinannya, Masjid Nabawi memiliki menara dan kubah.

Umar tutup usia pada tahun 101 H/720 M. Syahdan, dia meninggal karena diracun. Kejujuran, keadilan, kebijaksanaan serta kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin rakyat dan umat sudah sepantasnya ditiru oleh para pemimpin Muslim.

Cermin Kesahajaan Sang Khalifah

Saat Umar II terbaring sakit menjelang kematiannya, para menteri kerajaan sempat meminta agar isteri Amirul Mukminin untuk mengganti pakaian sang khalifah. Dengan rendah hati puteri Khalifah Abdul Malik berkata, ‘’Cuma itu saja pakaian yang dimiliki khalifah.’’ Hal itu begitu kontras dengan keadaan rakyatnya yang sejahtera dan kaya raya.

Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya khalifah ditanya, ‘’Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anakanakmu?’’ Khalifah balik bertanya, ”Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa.’’ Umar melanjutkan, ‘’Jika anak-anakku orang shaleh, Allah-lah yang mengurusnya.’’

Lalu khalifah segera memanggil buah hatinya, ‘’Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka. Kedua, kalian miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga. Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga.’’

Umar berhasil menyejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkat, ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorangpun.

Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan.’’ Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar II mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di Baitul Mal masih banyak uang”. Khalifah Umar memerintahkan. ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi utangnya.’’

Abdul Hamid kembali menyurati Kalifah Umar. ‘’Saya sudah membayar utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.’’ Khalifah memerintah lagi. ‘’Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.’’

Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, ‘’Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di Baitul Mal ternyata masih banyak uang.’’ Adakah pemimpin seperti itu saat ini?

Pembaruan di Masa Khalifah Umar II

Masa kepemimpinannya tak berlangsung lama, namun kejayaan Dinasti Umayyah justru tercapai pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang.

Di bidang fiskal, misalnya, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu telah mendongkrak simpati dari kalangan non-Muslim. Sejak kebijakan itu bergulir, orangorang non-Muslim pun berbondongbondong memeluk agama Islam.

Khalifah Umar II pun menggunakan kas negara untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi. Sumursumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Jalan-jalan di kota Damascus dan sekitarnya dibangun dan dikembangkan.

Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damscus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid diperbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar II pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondesi berlangsung lancar.

Begitu dekatnya Khalifah Umar II dihati rakyat membuat kondisi keamanan semakin kondusif. Kelompok Khawarij dan Syiah yang di era sebelumnya kerap memberontak berubah menjadi lunak. Umar II tak menghadapi perbedaan dengan senjata dan perang, melainkan mengajak kubu yang berbeda pendapat itu melalui diskusi.

Pendekatan persuasif itu berhasil. Golongan Khawarij dan Syiah ternyata taat pada penguasa dan tak menghentikan pemberontakan. Sebagai pemimpin rakyat dan umat, Umar II melarang masyarakatnya untuk mencaci atau menghujat Ali bin Abi Thalib dalam khutbah atau pidato. Kebijakan itu mengundang simpati kaum Syiah.

Hal itu begitu kontras bila dibandingkan dengan khalifah sebelumnya yang selalu menghujat imam kaum Syiah. Khalifah terdahulu menerapkan kebijakan itu untuk menjauhkan rakyatnya dari pengaruh Syiah. Khalifah Umar II telah berhasil mendamaikan perseteruan antara Syiah dan Sunni - sesuatu yang boleh dibilang hampir mustahil tercapai.

Di wilayah-wilayah yang ditaklukkan, Khalifah Umar juga mengubah kebijakan. Ia mengganti peperangan dengan gerakan dakwah Islam. Strategi itu ternyata benarbenar jitu. Pendekatan persuasif itu mengundang simpati dari pemeluk agama lain. Secara sadar dan ikhlas mereka berbondong-bondong memilih Islam sebagai agama terbaik.

Raja Sind amat terkagum-kagum dengan kebijakan itu. Ia pun mengucapkan dua kalimah syahadat dan diikuti rakyatnya. Masyarakat yang tetap menganut agama non-Islam tetap dilindungi namun dikenakan pajak yang tak memberatkan.
(heri ruslan )


Read more!-Read more